Fashion Thrift: Berburu Pakaian Bekas Bernilai Tinggi
Fashion Thrift: Berburu Pakaian Bekas Bernilai Tinggi

Fashion Thrift: Berburu Pakaian Bekas Bernilai Tinggi

Fashion Thrift: Berburu Pakaian Bekas Bernilai Tinggi

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Fashion Thrift: Berburu Pakaian Bekas Bernilai Tinggi
Fashion Thrift: Berburu Pakaian Bekas Bernilai Tinggi

Fashion Thrift dalam beberapa tahun terakhir, tren berburu pakaian bekas berkualitas kembali naik daun, terutama di kalangan generasi muda. Tak lagi dianggap kuno atau identik dengan barang usang, pakaian bekas kini menjadi simbol gaya hidup unik, hemat, dan ramah lingkungan. Toko-toko thrift kini banyak bermunculan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, dan sering dipadati oleh pembeli, terutama dari kalangan milenial dan Gen Z. Fenomena ini menunjukkan bahwa tren fashion thrift semakin digemari oleh berbagai kalangan. Berdasarkan riset ThredUp 2023, pasar pakaian bekas global diperkirakan akan tumbuh pesat, dari USD 177 miliar pada tahun 2022 menjadi USD 350 miliar pada tahun 2027.

Di Indonesia, sektor pakaian bekas juga menunjukkan potensi besar, dengan sektor ini mencatatkan pendapatan sebesar Rp3,5 triliun pada 2022. Hal ini menandakan bahwa minat masyarakat terhadap busana secondhand semakin meningkat, dengan banyak orang yang mulai beralih ke fashion thrift sebagai pilihan gaya hidup.

Fashion thrift tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga membuka ruang bagi konsumen untuk mengekspresikan gaya pribadi mereka. Banyak anak muda yang tertarik dengan nuansa retro dan klasik dari pakaian bekas karena memberikan kesan eksklusif, tidak pasaran, dan tetap relevan secara estetika. Bahkan, bagi sebagian orang, pakaian bekas ini menjadi cara untuk menunjukkan identitas dan kepribadian mereka yang lebih unik dan individualistik.

Fashion Thrift turut didorong oleh peran social media dalam meningkatkan popularitasnya. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi saluran utama bagi banyak influencer dan penggemar fashion menunjukkan hasil perburuan.
Tren berburu pakaian bekas, yang dulunya terbatas pada sebagian kalangan tertentu, kini telah berkembang menjadi fenomena global yang diterima luas. Fenomena ini memungkinkan pelaku thrift untuk menjangkau audiens yang lebih besar dan memperluas jangkauan pasar mereka.

Fashion Thrift: Misi Ramah Lingkungan Di Balik Baju Bekas

Fashion Thrift: Misi Ramah Lingkungan Di Balik Baju Bekas di balik tren ini tersimpan nilai lingkungan yang sangat penting. Industri tekstil merupakan salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. Menurut laporan dari Ellen MacArthur Foundation, industri fesyen menghasilkan sekitar 92 juta ton limbah tekstil setiap tahun, dan sebagian besar berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Di Indonesia sendiri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa sampah tekstil mencapai lebih dari 2 juta ton per tahun.

Dengan memilih pakaian bekas, masyarakat ikut mengurangi jejak karbon dan limbah tekstil yang merusak lingkungan. Proses produksi pakaian baru membutuhkan air, energi, dan bahan kimia dalam jumlah besar. Sebagai contoh, untuk membuat satu kaus katun dibutuhkan sekitar 2.700 liter air—jumlah yang cukup untuk kebutuhan minum satu orang selama dua tahun. Jika dikalkulasikan, pengurangan permintaan terhadap pakaian baru secara signifikan bisa mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam.

Fashion thrift secara tidak langsung mengedukasi publik akan pentingnya keberlanjutan. Kampanye “slow fashion” dan konsumsi bijak kini menggantikan budaya fast fashion yang berorientasi pada pembelian impulsif dan tren cepat. Banyak pelaku thrift menggabungkan aktivitas mereka dengan kampanye peduli lingkungan, seperti program donasi pakaian bekas atau upcycling. Upcycling adalah mengubah pakaian lama menjadi produk baru yang bernilai jual tinggi.

Dengan berfokus pada pakaian bekas, kita berkontribusi pada perputaran ekonomi sirkular, mengurangi kebutuhan akan produksi baru. Barang yang sudah tidak terpakai dapat dimanfaatkan kembali oleh orang lain, mengurangi limbah dan mendukung keberlanjutan. Ini merupakan cara bagi masyarakat untuk lebih bijak dalam mengonsumsi dan mengurangi sampah, sekaligus menjaga keberlanjutan bumi.

Cara Cerdas Berburu Barang Thrift Bernilai Tinggi

Cara Cerdas Berburu Barang Thrift Bernilai Tinggi berburu pakaian thrift membutuhkan kejelian dan strategi agar mendapatkan barang berkualitas tinggi dengan harga miring. Salah satu tips utama adalah mengenali bahan dan merek pakaian. Banyak pakaian bekas yang dijual merupakan produk impor dari Jepang, Korea, bahkan Amerika Serikat, dengan kualitas bahan yang masih sangat baik. Pakaian dari merek internasional sering kali memiliki daya tahan yang lebih lama, bahkan ketika sudah digunakan.

Menurut komunitas Thrifting Jakarta, sekitar 30% barang thrift yang beredar di pasar Indonesia merupakan produk branded, seperti Uniqlo, H&M, Zara, hingga merek eksklusif seperti Ralph Lauren atau Tommy Hilfiger. Namun, pembeli harus cermat memeriksa kondisi jahitan, noda, hingga keaslian label produk sebelum membeli. Mengingat sebagian besar barang adalah pakaian bekas, tentu saja kualitas barang bisa bervariasi, jadi penting untuk tidak terburu-buru dalam memilih.

Tempat berburu barang thrift kini sangat beragam, mulai dari pasar loak hingga platform daring seperti Tokopedia, Shopee, dan Instagram. Pasar Senen di Jakarta dan Pasar Cimol Gedebage di Bandung menjadi destinasi favorit bagi pencinta pakaian bekas. Banyak konsumen kini lebih memilih belanja lewat bazar online karena aksesnya mudah dan pilihan produknya sangat beragam. Sementara itu, sejumlah thrift shop modern telah menerapkan sistem kurasi untuk memastikan kualitas barang yang dijual. Setiap produk telah diseleksi dan dibersihkan sebelum sampai ke tangan pembeli. Dengan demikian, konsumen tidak perlu khawatir terhadap kondisi barang, karena semuanya telah melalui pemeriksaan dan perawatan yang layak.

Tips lainnya adalah berbelanja di waktu yang tepat, seperti saat toko baru saja restock. Selain itu, negosiasi harga juga menjadi keterampilan penting. Di banyak pasar tradisional, harga yang tercantum masih bisa ditawar, tergantung kondisi barang dan kepandaian pembeli dalam menawar. Berbelanja di bazar thrift online juga memberikan keuntungan berupa akses lebih mudah dan lebih luas ke barang-barang dari luar kota, bahkan luar negeri.

Tantangan Dan Regulasi Di Balik Tren Thrifting

Tantangan Dan Regulasi Di Balik Tren Thrifting meskipun tren fashion thrift semakin populer, tantangan besar tetap dihadapi oleh para pelakunya. Salah satu isu utama yang mencuat adalah regulasi terkait larangan impor pakaian bekas. Pemerintah Indonesia melarang impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 untuk melindungi industri tekstil lokal. Veri Anggrijono, Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, menyatakan pakaian bekas impor ilegal merugikan industri konveksi dalam negeri dan membahayakan kesehatan masyarakat. Pakaian bekas impor belum tentu steril dan dapat membawa bakteri atau virus.

Pelaku thrift lokal berargumen bahwa larangan ini harus dibedakan antara usaha kecil yang menjual pakaian bekas legal hasil sumbangan atau pengumpulan domestik dengan sindikat impor ilegal berskala besar. Banyak thrift shop kini beralih ke produk preloved lokal sebagai bentuk dukungan terhadap ekonomi sirkular di dalam negeri. Isu ini perlu diselesaikan melalui dialog antara pelaku usaha, komunitas, dan pemerintah.

Sejumlah komunitas dan aktivis lingkungan mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada keberlanjutan. Mereka menilai fashion thrift bukan sekadar jual-beli, tetapi bagian dari gerakan sosial yang mendukung pengurangan limbah dan konsumsi sadar. Pemerintah kini mulai membuka ruang diskusi dengan komunitas thrift untuk merancang solusi yang adil dan berkelanjutan.

Bagi masyarakat luas, ini adalah momentum untuk mendukung gaya hidup yang tak hanya modis, tapi juga bertanggung jawab. Sebab dalam setiap lembar pakaian thrift, tersimpan kisah, nilai, dan harapan akan masa depan yang lebih berkelanjutan, terutama dalam konteks Fashion Thrift.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait