Inflasi Global Meningkat, Negara Berkembang Hadapi Tekanan
Inflasi Global Meningkat, Negara Berkembang Hadapi Tekanan

Inflasi Global Meningkat, Negara Berkembang Hadapi Tekanan

Inflasi Global Meningkat, Negara Berkembang Hadapi Tekanan

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Inflasi Global Meningkat, Negara Berkembang Hadapi Tekanan
Inflasi Global Meningkat, Negara Berkembang Hadapi Tekanan

Inflasi Global meningkat, negara berkembang hadapi tekanan, terus meningkat menjadi tantangan besar bagi negara-negara berkembang. Lonjakan harga barang dan energi, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik, gangguan rantai pasokan, dan kebijakan moneter yang longgar di negara-negara maju, semakin mempersulit perekonomian di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah.

Data terbaru menunjukkan bahwa inflasi global telah mencapai angka tertinggi dalam beberapa dekade, dengan beberapa negara berkembang mengalami lonjakan harga yang jauh lebih besar dibandingkan negara maju. Di banyak negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin, harga pangan dan bahan bakar melambung tinggi, mempengaruhi daya beli masyarakat dan meningkatkan ketidakpastian ekonomi.

Di Indonesia, misalnya, inflasi tercatat mencapai 6,5% pada awal 2025, jauh di atas target Bank Indonesia yang hanya 3% ± 1%. Lonjakan harga bahan pangan, seperti beras dan minyak goreng, serta kenaikan tarif energi, menjadi penyumbang terbesar dalam inflasi tersebut.

“Negara berkembang sangat rentan terhadap tekanan inflasi global. Kenaikan harga barang impor, yang disebabkan oleh ketegangan perdagangan internasional dan gangguan rantai pasokan, langsung mempengaruhi inflasi domestik,” ujar Arya Wijaya, ekonom senior di Universitas Indonesia.

Sementara itu, Bank Dunia dan IMF memperingatkan bahwa kenaikan inflasi ini dapat memperburuk ketimpangan ekonomi di negara berkembang, di mana banyak keluarga berpendapatan rendah sudah tertekan oleh biaya hidup yang tinggi. Selain itu, banyak negara berkembang yang harus menghadapi tantangan tambahan berupa penurunan nilai tukar mata uang mereka terhadap dolar AS, yang semakin memperburuk krisis inflasi.

Inflasi Global beberapa negara, seperti Turki dan Brasil, telah meningkatkan suku bunga untuk menahan inflasi, namun kebijakan ini sering kali tidak cukup untuk menstabilkan ekonomi secara keseluruhan. Di sisi lain, banyak negara berkembang juga berjuang untuk mengurangi utang luar negeri yang semakin membengkak akibat melemahnya mata uang mereka.

Kenaikan Harga Energi Dan Komoditas Penuhi Pasar Global, Membebani Ekonomi Negara Berkembang

Kenaikan Harga Energi Dan Komoditas Penuhi Pasar Global, Membebani Ekonomi Negara Berkembang, kenaikan harga energi dan komoditas yang terus menerus terjadi di pasar global semakin membebani perekonomian negara berkembang. Lonjakan harga minyak, gas, dan bahan pangan telah menciptakan tekanan inflasi yang signifikan. Memperburuk tantangan ekonomi di negara-negara dengan sumber daya terbatas dan ketergantungan tinggi pada impor energi.

Harga energi, terutama minyak dan gas alam, telah mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir akibat ketegangan geopolitik. Gangguan pasokan, dan pemulihan ekonomi pasca-pandemi yang cepat. Harga minyak mentah internasional kini diperdagangkan lebih dari USD 100 per barel. Sementara harga gas alam di pasar Eropa melambung akibat krisis pasokan dari Rusia. Sementara itu, komoditas seperti gandum dan kedelai juga mengalami lonjakan harga akibat cuaca ekstrem dan gangguan produksi global.

Di Indonesia, dampak kenaikan harga energi dan komoditas terlihat jelas pada tingginya harga barang-barang kebutuhan pokok. Harga bahan bakar minyak (BBM) yang terus merangkak naik, bersama dengan harga pangan yang tidak terkendali. Menambah beban masyarakat. Inflasi Indonesia tercatat mencapai 6,5% pada kuartal pertama 2025, lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi awal pemerintah.

“Negara-negara berkembang yang bergantung pada impor energi dan bahan pokok. Sangat terpengaruh oleh kenaikan harga ini. Sebagian besar perekonomian negara berkembang masih mengandalkan bahan bakar fosil dan komoditas impor untuk menjaga aktivitas ekonomi. Kata Anwar Hadi, ekonom dari Lembaga Studi Ekonomi dan Kebijakan.

Selain meningkatkan tekanan inflasi, kenaikan harga energi dan komoditas juga memperburuk defisit neraca perdagangan negara berkembang yang lebih bergantung pada impor. Di negara seperti India, Brasil, dan negara-negara di kawasan Afrika. Lonjakan harga energi membuat pembayaran utang luar negeri semakin mahal dan meningkatkan ketergantungan pada utang.

Inflasi Global Pemerintah Negara Berkembang Terpaksa Tingkatkan Suku Bunga Untuk Menanggulangi Inflasi

Inflasi Global Pemerintah Negara Berkembang Terpaksa Tingkatkan Suku Bunga Untuk Menanggulangi Inflasi, menghadapi lonjakan inflasi yang semakin meluas, banyak negara berkembang terpaksa mengambil langkah drastis. Dengan menaikkan suku bunga untuk menahan laju inflasi yang terus meroket. Kebijakan ini diambil setelah harga energi, pangan. Dan komoditas lainnya terus melambung, membebani daya beli masyarakat dan memperburuk ketidakstabilan ekonomi.

Bank sentral di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, India, dan Brasil, telah mengumumkan peningkatan suku bunga acuan dalam beberapa bulan terakhir. Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga hingga 6,5% pada awal 2025, dengan harapan dapat mengendalikan inflasi yang dipicu oleh harga energi dan barang-barang impor yang melonjak. Kebijakan ini diambil setelah inflasi domestik mencapai 6,5%. Jauh di atas target inflasi tahunan yang ditetapkan BI.

“Langkah ini merupakan upaya untuk menekan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi. Kami perlu menyesuaikan kebijakan moneter agar inflasi tidak merugikan daya beli masyarakat, terutama di sektor-sektor penting seperti pangan dan energi,” ujar Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia.

Meningkatnya suku bunga di negara berkembang ini menjadi respons terhadap lonjakan harga energi global. Yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan pemulihan ekonomi yang cepat setelah pandemi. Negara-negara yang bergantung pada impor energi dan pangan menghadapi tekanan inflasi yang lebih besar, memperburuk defisit perdagangan mereka dan meningkatkan ketergantungan pada utang luar negeri.

Namun, kebijakan suku bunga yang lebih tinggi tidak tanpa risiko. Meskipun dapat menekan inflasi, kenaikan suku bunga juga berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dalam beberapa kasus, biaya pinjaman yang lebih tinggi dapat mengurangi konsumsi domestik dan investasi. Yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Di Brasil, Bank Sentral Brasil juga mengumumkan kebijakan serupa dengan menaikkan suku bunga acuan mereka menjadi 9%. Meskipun hal ini memicu protes dari sektor bisnis yang khawatir terhadap dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dampak Inflasi Global: Negara Berkembang Hadapi Risiko Keterbatasan Akses Ke Pasar Keuangan

Dampak Inflasi Global: Negara Berkembang Hadapi Risiko Keterbatasan Akses Ke Pasar Keuangan, inflasi global yang terus meningkat membawa dampak besar bagi negara-negara berkembang. Yang kini menghadapi risiko terbatasnya akses ke pasar keuangan internasional. Lonjakan harga barang-barang vital seperti energi, pangan, dan komoditas lainnya telah memperburuk ketidakstabilan ekonomi. Membuat banyak negara berkembang kesulitan dalam membiayai utang dan mendapatkan pembiayaan dengan biaya yang terjangkau.

Kenaikan tajam harga energi dan komoditas yang dipicu oleh ketegangan geopolitik dan gangguan pasokan global telah mendorong inflasi ke level tertinggi dalam beberapa dekade. Di sisi lain, kebijakan moneter yang lebih ketat. Di negara-negara maju untuk menanggulangi inflasi telah membuat likuiditas di pasar keuangan global semakin terbatas. Hal ini mempersulit negara berkembang untuk mengakses pembiayaan luar negeri. Terutama dalam bentuk pinjaman dengan suku bunga rendah.

Di Indonesia, misalnya, meskipun Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan untuk menahan inflasi. Pembiayaan dari pasar internasional menjadi lebih mahal. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga tertekan. Membuat utang luar negeri yang terdenominasi dolar semakin sulit untuk dikelola. Pada kuartal pertama 2025, inflasi Indonesia tercatat mencapai 6,5%. Dengan harga bahan pangan dan energi yang masih terus merangkak naik.

Inflasi Global dengan kondisi ini, negara berkembang akan semakin sulit untuk memitigasi dampak dari inflasi global dan ketidakstabilan ekonomi. Mereka perlu merancang kebijakan yang lebih hati-hati. Untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan utang. Sambil berusaha meningkatkan ketahanan ekonomi domestik agar dapat bertahan dalam jangka panjang.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait