
Ancaman Terhadap Stabilitas Ekonomi Indonesia
Ancaman Terhadap Stabilitas Ekonomi Indonesia

Ancaman Terhadap Stabilitas Ekonomi Indonesia Karena Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai Menjadi 12% Yang Di Rencanakan Pada Awal 2025. Hal ini berpotensi menambah ancaman terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Salah satu dampak langsung dari kebijakan ini adalah penurunan daya beli masyarakat, yang dapat memperlambat pertumbuhan konsumsi domestik. Daya beli yang melemah akan mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa. Terutama dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad. Perlambatan ekonomi global juga menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan melemahnya permintaan ekspor dari negara-negara mitra utama seperti China dan Amerika Serikat.
Ketidakpastian geopolitik yang meningkat di berbagai belahan dunia. Termasuk konflik di Ukraina dan Timur Tengah, menambah kompleksitas tantangan yang di hadapi oleh Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan bahwa situasi ini dapat menyebabkan turbulensi di pasar keuangan. Yang pada gilirannya dapat mempengaruhi aliran investasi dan stabilitas sistem keuangan nasional. Fluktuasi harga komoditas global juga menjadi perhatian. Karena Indonesia sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk menopang perekonomian.
Di sisi domestik, pemilihan umum yang akan datang dapat menciptakan ketidakpastian politik yang berdampak pada kebijakan ekonomi. Iklim politik yang tidak stabil sering kali menyebabkan investor ragu untuk berinvestasi. Sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, risiko inflasi akibat kenaikan PPN dapat memperburuk kondisi ekonomi jika tidak di imbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat.
Meskipun ada tantangan besar di depan, pemerintah optimis bahwa pertumbuhan ekonomi masih dapat mencapai sekitar 5% pada tahun 2024. Namun, untuk mencapai target tersebut. Di perlukan sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter serta langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dengan demikian, Ancaman terhadap stabilitas ekonomi Indonesia di tahun mendatang memerlukan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan untuk memastikan ketahanan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Ancaman Kenaikan PPN Terhadap Daya Beli Masyarakat
Ancaman Kenaikan PPN Terhadap Daya Beli masyarakat menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 di prediksi akan memberikan dampak signifikan terhadap daya beli masyarakat di Indonesia. Para ekonom, termasuk Eko Listyanto dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Mengungkapkan bahwa kenaikan ini berpotensi menggerus konsumsi masyarakat. Terutama di tengah kondisi ekonomi yang sudah melambat. Dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang hanya mencapai 4,91% secara tahunan dan mengalami penurunan triwulanan. Situasi ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah berada dalam tekanan ekonomi yang berat.
Kenaikan PPN akan menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, yang pada gilirannya akan memperberat beban keuangan rumah tangga. Keluarga miskin di perkirakan akan menanggung kenaikan pengeluaran hingga Rp 101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah dapat mengalami tambahan pengeluaran hingga Rp 354.293 per bulan. Ini berarti, dengan pendapatan yang stagnan dan inflasi yang meningkat, banyak keluarga akan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sehingga berpotensi meningkatkan ketergantungan pada utang untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Selain itu, dampak dari kenaikan PPN ini juga dapat memperburuk inflasi yang sudah ada. Kenaikan harga barang konsumsi harian seperti makanan dan transportasi akan semakin menyulitkan masyarakat berpendapatan rendah dan menengah. Jika tidak di imbangi dengan kebijakan subsidi atau insentif yang memadai dari pemerintah, dampak jangka panjang dari kenaikan tarif PPN ini dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan memperburuk ketimpangan sosial.
Kenaikan PPN juga berisiko menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang dan jasa, yang akan berdampak pada sektor usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Penurunan daya beli masyarakat dapat mengakibatkan penurunan omzet bagi UMKM dan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja di sektor tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan langkah-langkah mitigasi yang efektif untuk menjaga daya beli masyarakat agar stabilitas ekonomi tetap terjaga dalam menghadapi perubahan kebijakan perpajakan ini.
Ketidakpastian Geopolitik
Ketidakpastian Ggeopolitik yang meningkat di berbagai belahan dunia menjadi tantangan serius bagi investasi di Indonesia. Dalam konteks ini, risiko geopolitik mencakup berbagai faktor, seperti konflik internasional, perubahan kepemimpinan politik, dan dinamika ekonomi global yang tidak menentu. Asmiati Malik, seorang peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menyatakan bahwa Indonesia, sebagai negara yang sangat terhubung dengan perekonomian global, akan merasakan dampak signifikan dari ketidakpastian ini.
Salah satu ancaman utama adalah pergeseran pusat ekonomi dari Barat ke Asia, di mana China semakin mendominasi sebagai produsen utama. Hal ini dapat mengubah arus investasi dan mempengaruhi daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi. Selain itu, pemilihan umum yang berlangsung di berbagai negara, termasuk Indonesia, dapat menciptakan ketidakpastian politik yang mengganggu iklim investasi. Ketidakpastian ini membuat investor asing ragu untuk menanamkan modal mereka di pasar yang di anggap tidak stabil.
Kenaikan suku bunga global juga menjadi faktor risiko yang perlu di perhatikan. Kenaikan suku bunga dapat meningkatkan biaya produksi dan mempengaruhi profitabilitas perusahaan, sehingga berpotensi mengurangi minat investasi. Selain itu, eskalasi perang dagang antara negara-negara besar dapat menekan permintaan global dan mempengaruhi sektor-sektor tertentu di Indonesia, seperti pertanian dan manufaktur.
Meskipun demikian, pemerintah Indonesia menargetkan investasi sebesar Rp 1.650 triliun pada tahun 2024, meningkat 17,85% di bandingkan tahun sebelumnya. Namun, pencapaian target ini akan sulit jika risiko geopolitik tidak dapat di kelola dengan baik[1]. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kepercayaan investor dengan memperbaiki iklim investasi dan memperluas cakupan sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi.
Secara keseluruhan, ketidakpastian geopolitik merupakan tantangan besar bagi stabilitas ekonomi Indonesia dan prospek investasi ke depan. Untuk mengatasi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan menarik bagi investor.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Di Indonesia pada tahun 2025 menghadapi harapan dan tantangan yang kompleks. Menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pertumbuhan ekonomi di perkirakan akan stagnan dalam rentang 4,90% hingga 5,20% (yoy), mencerminkan situasi global yang masih tidak menentu. Tensi geopolitik, fragmentasi perdagangan, dan berakhirnya era boom komoditas menjadi faktor utama yang mempengaruhi proyeksi ini. Shinta Kamdani, Ketua Umum Apindo, menyatakan bahwa inflasi global yang belum sepenuhnya terkendali dan dinamika politik di negara-negara besar seperti Amerika Serikat juga berkontribusi pada ketidakpastian ekonomi.
Di dalam negeri, tantangan utama berasal dari melemahnya kelas menengah yang selama ini menjadi pendorong konsumsi domestik. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan upah minimum provinsi (UMP) yang tidak di imbangi dengan peningkatan produktivitas dapat memperburuk daya beli masyarakat. Hal ini berpotensi mengurangi konsumsi dalam negeri, yang merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi. Data menunjukkan bahwa jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia menyusut hingga 9,5 juta orang dalam lima tahun terakhir. Sehingga mempengaruhi potensi pertumbuhan konsumsi.
Namun, meskipun terdapat tantangan besar, ada juga harapan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Pemerintah menargetkan akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal yang inklusif dan berkelanjutan. Sektor-sektor strategis seperti industri pengolahan, pertanian, perdagangan, dan konstruksi di harapkan dapat berkontribusi lebih dari 10% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Selain itu, potensi ekonomi digital Indonesia di proyeksikan mencapai 146 miliar dolar AS pada tahun 2025, memberikan peluang baru bagi inovasi dan investasi.
Secara keseluruhan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 mencerminkan kombinasi antara tantangan yang harus di hadapi dan peluang yang dapat di manfaatkan. Dengan langkah-langkah strategis dari pemerintah dan dukungan sektor swasta, Indonesia memiliki potensi untuk mencapai pertumbuhan yang lebih baik meskipun dalam kondisi global yang penuh ketidakpastian. Inilah beberapa hal mengenai Ancaman.