
Sustainability Jadi Pertimbangan Gaya Hidup Milenial
Sustainability Jadi Pertimbangan Gaya Hidup Milenial

Sustainability Jadi Pertimbangan seiring meningkatnya kesadaran lingkungan generasi milenial, khususnya di kota-kota besar Indonesia. Generasi ini, yang lahir antara tahun 1981 hingga 1996, semakin mempertimbangkan aspek keberlanjutan atau sustainability dalam berbagai aspek kehidupan mereka, mulai dari konsumsi harian, gaya berpakaian, hingga cara bertransportasi. Fenomena ini merupakan bagian dari pergeseran paradigma dari konsumsi massal menuju konsumsi yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Salah satu faktor yang mendorong perubahan ini adalah akses informasi yang luas. Milenial tumbuh bersama perkembangan internet dan media sosial, yang membuat mereka lebih mudah terpapar isu-isu lingkungan seperti perubahan iklim, deforestasi, dan polusi plastik. Laporan Nielsen Global Corporate Sustainability Report (2023) menunjukkan bahwa 81% konsumen milenial secara global bersedia membayar lebih untuk produk yang ramah lingkungan. Di Indonesia, angka ini juga tinggi, mencapai 76% menurut riset Katadata Insight Center pada tahun yang sama.
Kecenderungan ini tercermin dalam pilihan konsumsi sehari-hari. Banyak milenial memilih membawa tumbler, sedotan stainless, dan tas kain demi mengurangi penggunaan plastik sekali pakai setiap hari. Kampanye #BijakBerplastik Danone dan Zero Waste Indonesia disambut baik oleh milenial peduli lingkungan dalam aktivitas harian mereka.
Isu keberlanjutan kini turut memengaruhi preferensi kerja dan keputusan investasi generasi milenial yang makin sadar dampak ekologis. Deloitte Millennial Survey 2023: 49% milenial memilih perusahaan dengan komitmen kuat terhadap isu lingkungan dan sosial masyarakat. Milenial juga mulai memilih investasi berkelanjutan seperti reksa dana hijau atau obligasi ramah lingkungan berbasis prinsip ESG.
Sustainability Jadi Pertimbangan utama bagi generasi milenial yang kini tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga agen perubahan. Mereka menuntut perusahaan, institusi, dan pemerintah untuk lebih serius menghadapi krisis lingkungan dan mendorong transformasi dunia usaha serta kebijakan publik agar berpihak pada keberlanjutan jangka panjang.
Sustainability Jadi Pertimbangan: Dari Makanan Hingga Fashion
Sustainability Jadi Pertimbangan: Dari Makanan Hingga Fashion salah satu wujud nyata dari gaya hidup berkelanjutan milenial adalah pada pilihan konsumsi. Mereka semakin sadar bahwa apa yang mereka makan, pakai, dan beli dapat berdampak langsung terhadap lingkungan. Dalam hal makanan, tren konsumsi produk organik, lokal, dan berbasis nabati (plant-based) meningkat tajam. Survei dari Greenpeace Indonesia (2023) menyebutkan bahwa 38% responden milenial di perkotaan mengaku mulai mengurangi konsumsi daging demi alasan lingkungan.
Gerakan seperti Meatless Monday atau kampanye plant-based lifestyle kini ramai diikuti di media sosial. Restoran dan layanan katering berbasis vegan atau vegetarian pun menjamur, seperti Burgreens, Green Rebel Foods, dan Sayurbox. Pilihan makanan yang lebih ramah lingkungan ini menjadi bentuk konkret dari kepedulian milenial terhadap isu perubahan iklim, karena sektor peternakan diketahui menyumbang emisi karbon dalam jumlah besar secara global.
Selain makanan, industri fashion juga mengalami tekanan kuat dari milenial yang menuntut praktik produksi yang lebih etis dan ramah lingkungan. Munculnya istilah slow fashion sebagai tandingan dari fast fashion menunjukkan pergeseran pola konsumsi. Milenial kini lebih tertarik membeli pakaian dari merek yang menerapkan prinsip transparansi, bahan daur ulang, dan proses produksi yang etis. Merek lokal seperti Sejauh Mata Memandang dan Cotton Ink kini mengusung nilai keberlanjutan dalam setiap koleksinya.
Milenial kini tak hanya membeli pakaian baru, tetapi juga aktif dalam praktik thrifting, baik secara offline maupun lewat platform digital seperti Instagram dan Tokopedia. Gaya hidup ini mencerminkan nilai baru yang mengutamakan tanggung jawab sosial dan ekologis, sekaligus membantu mengurangi limbah tekstil yang menyumbang sekitar 5% dari total sampah nasional. Perubahan pola konsumsi ini menunjukkan bahwa pilihan individu dapat menjadi alat perubahan menuju keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial.
Mobilitas Ramah Lingkungan Jadi Pilihan
Mobilitas Ramah Lingkungan Jadi Pilihan mobilitas atau cara berpindah dari satu tempat ke tempat lain juga menjadi perhatian kalangan milenial dalam konteks keberlanjutan. Alih-alih mengandalkan kendaraan pribadi yang boros bahan bakar dan menghasilkan emisi karbon tinggi, banyak milenial kini beralih ke transportasi publik, sepeda, atau kendaraan listrik. Fenomena ini bukan hanya tren sesaat, tetapi merupakan bagian dari kesadaran kolektif untuk mengurangi jejak karbon.
Di kota besar seperti Jakarta, penggunaan transportasi umum oleh milenial meningkat berkat hadirnya moda transportasi yang lebih terintegrasi dan nyaman seperti MRT, LRT, dan Transjakarta. Data dari PT MRT Jakarta menunjukkan bahwa penumpang milenial (usia 25–40 tahun) menyumbang 60% dari total pengguna harian pada tahun 2023. Hal ini didorong oleh kesadaran akan efisiensi, biaya yang lebih murah, serta kontribusi terhadap pengurangan polusi udara.
Selain itu, meningkatnya penggunaan sepeda sebagai alat transportasi juga terlihat jelas, terutama sejak pandemi COVID-19. Komunitas pesepeda urban seperti Bike to Work terus mengkampanyekan mobilitas hijau. Beberapa kota mulai menyediakan jalur sepeda yang lebih memadai untuk mendukung tren ini. Pemerintah DKI Jakarta bahkan mencatat peningkatan 300% pengguna sepeda harian sejak 2020.
Tak ketinggalan, kendaraan listrik (EV) juga menarik perhatian milenial sebagai alternatif ramah lingkungan. Dengan semakin banyaknya model kendaraan listrik seperti motor listrik Gesits, Viar, dan mobil listrik Wuling Air EV, konsumen milenial mulai mempertimbangkan kendaraan ini sebagai solusi transportasi masa depan. Pemerintah pun mendukung melalui kebijakan subsidi pembelian kendaraan listrik sejak tahun 2023.
Namun, kendala seperti infrastruktur pengisian daya dan harga kendaraan listrik yang masih tinggi menjadi tantangan tersendiri. Kendati demikian, milenial tetap menjadi penggerak awal dalam adopsi teknologi hijau ini, sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap gaya hidup yang berkelanjutan.
Tantangan Dan Harapan Menuju Gaya Hidup Berkelanjutan
Tantangan Dan Harapan Menuju Gaya Hidup Berkelanjutan meski tren sustainability di kalangan milenial terus berkembang, tantangan untuk menerapkannya secara konsisten masih cukup besar. Faktor ekonomi, keterbatasan akses terhadap produk berkelanjutan, serta minimnya edukasi di daerah menjadi hambatan nyata. Produk ramah lingkungan masih sering kali lebih mahal atau sulit ditemukan di luar kota besar. Hal ini menciptakan kesenjangan dalam akses terhadap gaya hidup berkelanjutan.
Menurut laporan UNDP Indonesia 2023, banyak wilayah di Indonesia belum memiliki sistem pengelolaan sampah terpadu dan fasilitas daur ulang. Sekitar 60% sampah rumah tangga di Indonesia masih dibuang ke TPA tanpa proses pemilahan yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa niat baik individu saja tidak cukup tanpa dukungan sistemik dari pemerintah dan sektor industri.
Selain itu, greenwashing atau praktik perusahaan yang mengklaim ramah lingkungan padahal tidak sepenuhnya benar juga menjadi tantangan. Milenial yang cermat pun harus membekali diri dengan informasi dan kemampuan kritis untuk membedakan mana produk yang benar-benar berkelanjutan dan mana yang hanya sekadar strategi pemasaran. Transparansi perusahaan menjadi aspek penting dalam membangun kepercayaan.
Namun, harapan tetap besar. Generasi milenial telah membuktikan bahwa perubahan gaya hidup individu dapat memicu perubahan sosial yang lebih luas. Mereka aktif dalam komunitas, kampanye lingkungan, serta advokasi kebijakan publik. Gerakan seperti Indonesia Youth for Climate Action dan EcoRanger telah melibatkan ribuan milenial dalam aksi nyata di berbagai daerah.
Ke depan, sinergi antara masyarakat, pemerintah, sektor swasta, dan media akan sangat menentukan keberhasilan gerakan gaya hidup berkelanjutan. Semakin banyak milenial mengambil peran sebagai konsumen, pekerja, pemimpin komunitas, hingga pengambil kebijakan, menjadikan keberlanjutan bukan sekadar pilihan, melainkan identitas generasi. Kepedulian terhadap masa depan planet ini membuat Sustainability Jadi Pertimbangan.