
BUMDes Bangkit: Potret Keberhasilan Desa Dari Berbagai Wilayah
BUMDes Bangkit: Potret Keberhasilan Desa Dari Berbagai Wilayah

BUMDes Bangkit di berbagai wilayah Indonesia kebangkitan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi penguatan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dari sektor pertanian, pariwisata, perdagangan hingga jasa keuangan, BUMDes terbukti sebagai instrumen strategis dalam mendorong kemandirian ekonomi desa. BUMDes lahir sebagai implementasi Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 yang memungkinkan desa kelola potensi ekonomi secara mandiri. Sejak kebijakan itu diberlakukan, ribuan BUMDes bermunculan di seluruh Indonesia dengan model usaha yang beragam sesuai konteks lokal desa.
Menurut data Kemendes PDTT tahun 2023, tercatat lebih dari 60.000 BUMDes telah terbentuk dan aktif di berbagai provinsi di Indonesia. Dari total tersebut, sekitar 10.300 di antaranya sudah berstatus “BUMDes Bersama” yang dikelola lintas desa dengan skala usaha besar. Model ini memungkinkan BUMDes menjangkau pasar yang lebih luas dan menghasilkan keuntungan yang menjanjikan bagi desa-desa pengelolanya.
Salah satu kisah sukses datang dari BUMDes Karya Mandiri di Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah yang mengelola Umbul Ponggok. Dari objek wisata air tersebut, BUMDes mampu menghasilkan pendapatan tahunan lebih dari Rp14 miliar, angka yang sangat signifikan. Keuntungan itu kemudian digunakan untuk merekrut puluhan tenaga kerja lokal dan memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Desa (PAD).
Sementara itu, di Provinsi Nusa Tenggara Timur, BUMDes Tani Mandiri Kabupaten Sikka menjalankan bisnis pupuk organik dan alat pertanian. Usaha ini tidak hanya menopang kebutuhan petani lokal, tetapi juga berkembang menjadi pemasok utama antar kabupaten di wilayah tersebut. Langkah ini turut mendorong peningkatan produktivitas pertanian di wilayah tersebut dan mengurangi ketergantungan pada produk luar daerah.
BUMDes Bangkit menegaskan bahwa ketika dikelola dengan profesional, BUMDes tidak hanya menjadi penggerak ekonomi, tetapi juga simbol kemandirian dan kepercayaan diri desa dalam mengelola sumber dayanya sendiri. Keberhasilan ini juga memperlihatkan bahwa desa mampu menjadi pelaku utama pembangunan berbasis potensi lokal secara berkelanjutan.
BUMDes Bangkit: Inovasi Dan Adaptasi Kunci Keberhasilan
BUMDes Bangkit: Inovasi Dan Adaptasi Kunci Keberhasilan dalam era digital, sejumlah BUMDes menunjukkan kemampuan luar biasa untuk berinovasi dan beradaptasi. Mereka tidak lagi hanya mengandalkan cara-cara tradisional, tetapi mulai memanfaatkan teknologi informasi untuk memperluas jangkauan bisnis mereka.
Salah satu contohnya adalah BUMDes Mart “Desa Digital” di Banyuwangi yang manfaatkan e-commerce lokal memasarkan produk unggulan ke seluruh Indonesia. Transaksi online yang sebelumnya dianggap asing, kini justru menjadi sumber pendapatan utama dan sangat diandalkan dalam menjalankan roda usaha desa. Menurut Dinas Koperasi dan UMKM Banyuwangi 2023, omzet penjualan daring BUMDes Mart tembus Rp850 juta hanya dalam satu tahun. Angka tersebut menjadi bukti konkret bahwa digitalisasi mampu mendongkrak ekonomi desa dan membuka akses pasar yang lebih luas.
Kemajuan serupa terlihat di Desa Cibiru Wetan, Bandung, melalui aplikasi “BUMDesGo” yang melayani sembako, pembayaran tagihan, dan layanan keuangan daring. Langkah ini meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BUMDes sebagai lembaga ekonomi desa yang efisien, modern, dan relevan dengan perkembangan zaman. Data Pemerintah Desa Cibiru Wetan menyebut, dalam enam bulan, aplikasi digunakan 1.200 warga dengan total transaksi Rp300 juta. Penggunaan teknologi digital terbukti mendekatkan layanan pada masyarakat serta mempercepat perputaran ekonomi desa yang sebelumnya berjalan lambat.
Laporan Bank Indonesia tahun 2022 mencatat peningkatan minat digitalisasi BUMDes sebesar 35% dibandingkan periode sebelumnya di berbagai sektor strategis. Cakupan peningkatan mencakup sistem pembayaran digital, pemasaran online, serta manajemen inventori berbasis aplikasi yang sangat menunjang efisiensi usaha. Keterbukaan terhadap inovasi teknologi mendorong BUMDes menembus batas geografis dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar kekinian secara adaptif.
Namun, inovasi bukan hanya soal digitalisasi. Di sektor pertanian, sejumlah BUMDes bekerja sama dengan kampus dan LSM menciptakan model pertanian berkelanjutan. Upaya ini mencakup tanam organik, diversifikasi hasil panen, serta penggunaan prediksi cuaca digital untuk jadwal tanam dan panen yang lebih tepat.
Dampak Sosial Ekonomi: Penyerapan Tenaga Kerja Dan Penurunan Kemiskinan
Dampak Sosial Ekonomi: Penyerapan Tenaga Kerja Dan Penurunan Kemiskinan keberhasilan BUMDes tak hanya terlihat dari sisi keuntungan finansial, tetapi juga dari dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Banyak desa yang berhasil menurunkan angka pengangguran, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan warga berkat adanya unit usaha yang dikelola oleh BUMDes.
Di Desa Pujon Kidul, Kabupaten Malang, keberadaan kafe sawah dan agrowisata yang dikelola BUMDes telah menciptakan lebih dari 80 lapangan kerja baru, terutama untuk pemuda desa. Selain itu, desa tersebut berhasil meraup pendapatan lebih dari Rp2 miliar per tahun dari sektor pariwisata lokal. Pendapatan itu kembali diinvestasikan untuk membangun jalan desa, beasiswa pendidikan, dan program kesejahteraan lansia.
Sementara itu, di Desa Kutuh, Bali, sektor pariwisata yang dikelola oleh BUMDes menghasilkan pendapatan tahunan sekitar Rp50 miliar, menjadikan desa tersebut sebagai salah satu yang paling sejahtera di Bali. Dana itu digunakan untuk layanan kesehatan gratis, pengembangan olahraga lokal, dan pelestarian budaya. Keberhasilan ini juga menarik minat desa-desa lain untuk mereplikasi model pengelolaan pariwisata berbasis komunitas yang berorientasi pada manfaat sosial.
Menurut survei Lembaga Penelitian SMERU, desa-desa yang memiliki BUMDes aktif menunjukkan penurunan angka kemiskinan antara 5% hingga 12% dalam lima tahun terakhir, tergantung dari jenis usaha dan keterlibatan masyarakatnya. Temuan ini menegaskan bahwa keberadaan BUMDes bukan hanya relevan secara ekonomi, tetapi juga efektif sebagai alat kebijakan sosial dalam mengurangi ketimpangan.
Tak kalah penting, BUMDes juga menciptakan ruang baru bagi perempuan dan penyandang disabilitas untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, terutama di sektor pengolahan makanan, kerajinan tangan, dan layanan berbasis komunitas. Hal ini membuka peluang pemberdayaan yang lebih inklusif dan memperkuat peran kelompok rentan dalam pembangunan desa.
Tantangan Dan Harapan: Membangun BUMDes Yang Profesional Dan Berkelanjutan
Tantangan Dan Harapan: Membangun BUMDes Yang Profesional Dan Berkelanjutan meski keberhasilan banyak, BUMDes masih menghadapi berbagai tantangan struktural. Permasalahan paling umum adalah kurangnya kapasitas manajerial, minimnya pendampingan teknis, serta masalah akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2022, sekitar 30% BUMDes mengalami stagnasi akibat buruknya perencanaan usaha dan konflik internal. Selain itu, banyak pengurus BUMDes belum memiliki pelatihan manajemen dasar, sehingga pengambilan keputusan bisnis kerap didasarkan pada intuisi, bukan data atau studi kelayakan.
Pemerintah pusat telah menginisiasi berbagai program peningkatan kapasitas, seperti pelatihan pengelolaan keuangan desa oleh Kemendesa, kerja sama dengan BUMN, serta platform pelatihan daring. Namun, perlu pengawasan lebih kuat dan kebijakan yang mendukung kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan universitas dan pelaku usaha lokal.
Di sisi lain, lahirnya UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2021 memberikan penguatan hukum bagi BUMDes sebagai entitas berbadan hukum. Hal ini membuka peluang bagi BUMDes untuk lebih leluasa bermitra, memperoleh investasi, bahkan mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan resmi.
Ke depan, harapannya adalah agar setiap BUMDes tidak hanya menjadi alat ekonomi, tetapi juga wadah pemberdayaan sosial, pendidikan warga, dan pelestarian budaya lokal. Dengan membangun sistem yang transparan dan akuntabel, BUMDes bisa menjadi model ekonomi kerakyatan yang membanggakan Indonesia.
Keberhasilan BUMDes dari berbagai wilayah membuktikan bahwa desa bukanlah entitas pinggiran, melainkan pusat pertumbuhan baru yang potensial. Ketika diberi ruang, bimbingan, dan kepercayaan, desa bisa mandiri, sejahtera, dan inovatif. BUMDes bukan sekadar badan usaha, tetapi representasi semangat gotong royong, kemandirian, dan kekuatan masyarakat desa. Maka benar adanya: desa kuat, Indonesia maju—BUMDes Bangkit.